PENGOLAHAN EMAS RAMAH LINGKUNGAN
Komoditi logam yang menonjol dalam memberikan
kontribusi kegiatan penambangan dan metalurgi di Indonesia terhadap pendapatan
negara dan pendorong bagi kegiatan di sektor lain, diantaranya tembaga, nikel,
emas, timah, bijih besi, dan bauksit. Sumber bahan tambang tersebut hampir
kesemuanya dapat ditemukan di Indonesia dalam berbagai kategori, baik terduga,
tereka, terukur dan tertambang. Pertumbuhan industri tak akan terjadi bila tidak
didukung pesatnya teknologi metallurgi seperti pengecoran logam, mesin,
konstruksi, dll., Selain itu sektor infrastruktur, properti, transportasi,
telekomunikasi, hingga sektor yang bersifat artifisial dan dekoratifpun tidak
lepas akan kebutuhan pemakaian bahan dasar berupa mineral logam maupun non logam
yang merupakan hasil dari kegiatan pertambangan. Artinya, hampir dapat
dipastikan bahwa semua sektor kehidupan dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari
hasil dari tambang secara langsung atau kegiatan tambang secara tidak langsung.
Sayangnya, hasil tambang merupakan sumber daya
alam yang tidak terbarukan (non-renewable resources). Untuk itu, bagaimana
melakukan penambangan, proses pengolahan hingga penggunaan produk hasil tambang
secara efisien dan maksimal, tentu merupakan langkah sangat bijak.Selain itu
sesuai dengan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun
2012, perlu dilakukan pengolahan dan pemurnian mineral untuk meningkatkan nilai
tambah mineral.yang sekaligus sebagai salah satu upaya konservasi mineral.
Di sisi lain, manfaat ekonomi dari eksploitasi bahan mineral
tersebut sering kali menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan
masyarakat yang ada disekitarnya. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kepedulian
terhadap resiko pencemaran akibat bahan-bahan kimia berbahaya, pada penambangan
sekala kecil pada umumnya tidak melaksanakan penanganan limbah tambang secara
tepat.
Proses penambangan dan ekstraksi mineral terutama emas sekala
kecil/tradisional umumnya menggunakan sistem amalgamasi dan sianidasi. Yang
sangat dikuatirkan adalah proses amalgamasi yang menggunakan merkuri dimana
setelah lepas kelingkungan mungkin dengan adanya proses alam dan adanya bakteri
pengurai anaerob dapat berubah menjadi metil merkuri. Sedangkan penggunaan
sianida merupakan teknologi yang baru, lebih ramah lingkungan kalau dikelolah
dengan baik. Karena sianida dengan mudah dapat diurai oleh sinar matahari
menjadi CO2
dan NH3.
Beberapa tips pengolahan emas secara efisien
dan maksimal sekaligus lebih ramah lingkungan antara lain sbb. :
1. Menggunakan mesin konsentrator emas
-
Gunakan mesin konsentrator, dengan
menggunakan mesin konsentrator umumnya dihasilkan 2-5% total konsentrat,
sehingga sebagian besar limbah padat yang dihasilkan tidak tercemari oleh
kimia berbahaya.
-
Dengan pengolahan material dalam jumlah
sedikit (berupa konsentrat) tentu penggunaan bahan kimia yang dibutuhkan
juga menjadi lebih sedikit.
-
Volume limbah yang tercemar bahan kimia
yang dihasilkanpun juga sangat jauh berkurang, sehingga biaya pengelolaan
limbah tidak terlalu membebani biaya produksi.
2. Pada proses pengolahan emas metode
amalgamasi :
-
Mengacu kepada aturan hukum positif negara
(PP Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1986) dan informasi pencemaran
lingkungan akibat pembuangan limbah/tailing dari proses amalgamasi, maka
menjadi penting bagi para pelaku usaha pertambangan terkait untuk menerapkan
metoda penanganan limbah secara tepat guna; sehingga tercipta usaha
pertambangan yang berwawasan lingkungan.
-
Sebaiknya pengolahan tidak lagi dilakukan
di sungai dengan tenaga penggerak kincir air, tetapi menggunakan genset
(dinamo) yang dapat dilakukan jauh dari sungai,
-
Unit pengolahan emas sebaiknya
dilengkapi kolam penampungan limbah untuk proses pengendapan seluruh tailing
hasil pengolahan sebelum dialirkan ke perairan bebas
-
Kolam/bak penampungan limbah untuk proses
pengendapan dibuat secara berjenjang dan kedap air untuk mencegah infiltrasi
ke dalam air tanah.
-
Gunakan sistem pengolahan bijih emas
dengan metode amalgamasi tidak langsung dapat meningkatkan perolehan hasil
logam emas (Au) lebih besar dan memperkecil resiko kehilangan merkuri (Hg)
yang tidak dapat diambil kembali. Yaitu dengan cara penggunaan merkuri
sebaiknya tidak dilakukan
bersamaan proses penghalusan batuan, tetapi merkuri dimasukkan ke dalam
tromol / glondiong maksimal dua jam sebelum proses pembongkaran hasil
glondong. Tujaunnya adalah mengurangi resiko flouring effect (menjadi debu).
Merkuri pecah menjadi debu tentu selain merugikan penambang karena tidak
efektif lagi menangkap emas, merkuri yang menjadi debu tentu susah
dikumpulkan kembali sehingga penyusutan merkuri akibat terbuang sangat
tinggi membuat resiko pencemaran yang ditimbulkan juga lebih tinggi.
3. Pada proses pengolahan emas metode
sianidasi :
-
Proses sianidasi material konsentrat
sebaiknya dilengkapi dengan perangkat lab, seperti titrasi kit, pH meter, DO
meter, ORP meter, Conductivity meter, dan TDS, agar penggunaan bahan kimia
dapat terukur sesuai kebutuhan sehingga limbah berbahaya yang dihasilkan
dapat diminimalisir. Sianida adalah senyawa yang termasuk B-3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), sehingga pada pemakaiannya sebagai pelarut proses
pengolahan emas, konsentrasinya dibatasi sampai 1.500 ppm..
-
Pada proses pengolahan bijih emas yang
menggunakan cara sianidasi akan menghasilkan limbah cair dan padat yang
mengandung senyawa sianida, sehingga harus diolah untuk menghilangkan sifat
berbahaya dan beracun atau mencegah dampak negatif dari limbah tersebut
terhadap manusia dan lingkungan. Hal pertama yang perlu dipertimbangkan
dalam menentukan metode pengolahan suatu jenis limbah B-3 adalah kemungkinan
limbah tersebut diubah (dikonversi) melalui proses atau reaksi kimia menjadi
bahan/senyawa tak berbahaya atau sekurang-kurangnya menjadi bahan/senyawa
dengan tingkat bahaya dan toksisitas lebih rendah ataupun menjadi bentuk
yang mudah ditangani lebih lanjut.
-
Limbah cair yang dikenal sebagai tailling
effluent yang mengandung sianida apabila langsung dibuang dapat mencemari
perairan yang mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas air. Perubahan
kualitas air tersebut dapat menganggu kesehatan manusia dan biota perairan.
Di sisi lain, iklim global yang cenderung naik temperaturnya,
mengakibatkan kesulitan mendapatkan sumber mata air baru untuk kehidupan
masyarakat dan industri. Oleh karena itu pengolahan limbah cair tersebut
perlu dibakukan sesuai baku mutu air limbah kategori II (Kep. Men. LH No.
51/Men.LH/10/1995) keberadaan sianida dalam limbah cair dibatasi tidak boleh
melebihi konsentrasi 0,5 ppm.
-
Unit pengolahan emas sebaiknya
dilengkapi tailing dam (kolam pengolahan limbah) yang memadai dan terbuka
sehingga memungkinkan kehidupan mikroorganisme dan biota air. Hal ini
dimaksudkan agar terjadi proses reduksi kandungan sianidanya secara
alamiah melalui proses biodegradasi oleh mikroorganisme dan biota air.
-
Salah satu metode penanganan limbah
sianida melalui proses Degussa yaitu menggunakan oksidasi secara kimia
dengan Hydrogen Peroxide (H2O2).
Proses oksidasi sianida di sistem pengolahan limbah dengan menggunakan
oksidator H2O2
dengan katalis larutan Copper Sulphate Pentahydrate (CuSO4
- 5H20), yaitu untuk mengoksidasi sisa
sianida menjadi sianat. Reaksi oksidasi yang terjadi adalah seperti pada
persamaan reaksi :
(pH 10 katalis Cu2+) CN-
+ H2O2
--------------------------------→ OCN-
+ H2O Hasil oksidasi sianida dalam
free cyanide (CN-)
yang dikonversi menjadi cyanate (OCN-)
yang merupakan senyawa yang kurang berbahaya (Lordi, 1980; Liar et al.,
1994). Ketika menggunakan oksidator Hydrogen Peroxide (H2O2),
harus dipertahankan pada pH 10 untuk menghindari pelepasan gas hidrogen
sianida (HCN). Penggunaan teoritis H2O2
dalam proses ini yaitu 1.31 gram H2O2
per gram CN- teroksidasi, tetapi dalam
prakteknya penggunaan aktual pada kisaran 2,0-8,0 gram H2O2..
Pada suhu 25o C, reaksi konversi free
cyanide menjadi cyanate dengan metode ini membutuhkan waktu dua hingga tiga
jam. Untuk meningkatkan laju reaksi dapat ditingkatkan dengan menambahkan
larutan Cu2+ sebagi katalis sebanyak 10
- 100 mg/l. Alternatif lain, dengan cara meningkatkan suhu dan / atau
meningkatkan konsentrasi penggunaan H2O2.
-
Metode alternatif lainnya dengan
menggunakan Sulphur Dioxide (SO2).
Metode ini dikembangkan dan dipatenkan oleh INCO Limited pada tahun 1980-an.
Selain itu, Ferguson and Walker juga mendaftarkan patent an Noranda
Incorporated pada tahun 1985 yang kemudian diaplikasikan di Heath Steel
Mines Ltd. Reaksi oksidasi yang terjadi adalah seperti pada persamaan reaksi
sbb. :
(pH 8-9 katalis Cu2+) SO2
+ O2 + H2O
+ CN-
--------------------------------→ OCN-
+ SO4-2
+ 2H+ Hasil oksidasi dengan SO2
dengan katalis Cu2+ akan
merubah sianida menjadi cyanate (OCN-)
yang merupakan senyawa yang kurang berbahaya. Proses ini efektif pada
kondisi pada pH 8-9, sehingga untuk mencegah terbentuknya H+
yang dapat menurunkan pH perlu menambahkan kapur sebanyak 3,0-5,0 gram per
gram CN- teroksidasi.
Kebutuhan SO2 secara
teoritis dalam proses ini yaitu 2.46 gram SO2
per gram CN- teroksidasi, tetapi dalam
prakteknya penggunaan aktual pada kisaran 3,0-5,0 gram SO2
per gram CN-. Metode oksidasi dengan SO2
dapat mernggunakan reagen Sulphur Dioxide, Sodium Sulphite (Na2SO3)
atau Sodium Metabisulphite (Na2S2O5).
-
Penanganan selanjutnya Activated Carbon
Polishing, dimana sisa residu sianida (low levels) dan metal-cyanide
terlarut seperti tembaga, besi, nikel, dan seng diadsorbsi menggunakan
karbon aktif. Proses ini efektif pada kondisi pada pH 10,5 dalam waktu 2-8
jam. Untuk meningkatkan dan mempercepat penyerapan karbon aktif,
selain ditambahkan ion Cu2+ sebagai
katalis pada larutan sianida, sebaiknya karbon aktif yang akan digunakan
direndam terlebih dahulu dalam larutan Cu2+
(konsentrasi 25 g/l).
4. Pada proses pemurnian emas :
-
Pada saat proses pemurnian emas dengan
menggunakan asam nitrat (HNO3) akan
menghasilkan asap kimia yang bukan hanya bau menyengat tetapi juga berbahaya
(NO2), untuk itu gunakan reaktor
pemurnian emas tabuler yang dilengkapi dengan GAS WASHING agar bebas dari
polusi udara, aman dan tidak mengganggu lingkungan sekitarnya.
|
|
Sebagai negara yang ikut menandatangani Konvensi Minamata
pada tahun 2013, pemerintah Indonesia berkomitmen menghentikan penggunaan
merkuri pada penambangan emas sekala kecil pada tahun 2018, sedangkan
pelarangan penggunaan merkuri pada sektor industri lainnya seperti alat-alat
kesehatan, lampu, dan baterai akan diberlakukan pada tahun 2020.
Keseriusan pemerintah atas komitmen tersebut direalisasikan
dalam "Rencana aksi nasional penghapusan merkuri pada pengolahan emas" yang
disusun oleh team yang terdiri dari 12 kementerian terkait (seperti
Kementrian ESDM, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Perdagangan,
Kementrian Kesehatan, dll.) dan 2 lembaga lainnya. Salah satu program aksi
nasional ini adalah mensosialisasikan rencana penghapusan merkuri pada
penrgolahan emas di beberapa lokasi yang berpotensi adanya kegiatan
penambangan emas sekala kecil dengan menggunakan merkuri yang tersebar di
152 kabupaten dan 31 propinsi yang dimulai awal tahun 2014 hingga 2018.
Recent Search Terms :
PROSPECTORunited.com,
Negri Penambang, pertambangan emas, tambang emas
rakyat,
gold rush, pemburu emas, penambang emas, informasi teknologi
tambang, pengolahan mineral,
teknologi pengolahan emas, teknologi tambang emas,
proses mengolah emas dan perak.
Popular Search Terms :
pengolahan mineral, BUKU PERTAMBANGAN, tehnologi tambang,
TAMBANG EMAS, lokasi tambang emas, pemburu emas, Carbon In Pulp, GOLD
MINNING, GOLD REFINNING, tehnologi pertambangan, mengolah perak, jual beli
emas, mendulang emas, metode CIP,
Random Search Terms :
|